Sabtu, 04 Juli 2020

Mempraktikkan Freewriting Memang Enak dan Gurih


Dokumen semua foto milik pribadi

KANGEN YANG TAK SENGAJA BERSUA

Rabu, 24 Juni 2020. Aku harus datang ke kampus untuk meminta legalisir ijazah. Aku tahu kalau legalisir biasanya diberi jangka waktu kurang lebih satu minggu baru jadi. Tapi aku tetap berusaha untuk mendapatkan legalisir dalam waktu satu hari. Karena untuk melengkapi berkas usul kenaikan pangkat yang harus segera dikumpulkan ke Disdikbud Kab. Pati. Waktu itu jam 8 aku sudah sampai di kampus. Kemudian segera menuju ke ruang staf administrasi FKIP yang terletak di gedung E kampus UKSW.

Sampai di depan ruang staf administrasi, kulihat pelayanan sudah dibuka. Aku bangga karena mereka tepat waktu dalam bekerja. Tidak banyak yang mengantre di situ, mungkin karena masih dalam proses normal baru dari dampak covid-19. Aku serahkan lembar fotocopy ijazah yang akan dilegalisir. Aku tanyakan kepada petugas di situ, bisakah minta legalisir ijazah satu hari jadi? Petugas menjawab tidak bisa bu, harus antre minimal 5 hari. Lalu aku minta tolong lagi dengan memberitahu bahwa berkas legalisir akan aku gunakan untuk melengkapi syarat kenaikan pangkat. 

Lalu petugas menjawab, akan ditanyakan dulu dengan Pak Dekan. Kemudian segera aku disuruh ke ruang 228 untuk meminta stempel legalisir. Aku disuruh menunggu di depan ruang Dekan. Sementara petugas menelepon Pak Dekan dan menyampaikan bahwa ada guru yang meminta tanda tangan legalisir. Setelah itu petugas menyampaikan kepadaku bahwa Pak Dekan sedang rapat dengan pimpinan dan kemungkinan tidak bisa datang ke kampus. 

Aku pun mulai bingung. Tetapi aku tidak menyerah begitu saja. Aku masih duduk di depan ruang Dekan dengan suamiku. Aku terus berpikir bagaimana caranya agar bisa dapat tanda tangan Pak Dekan hari itu juga. Sambil berpikir, aku menemukan ide. Aku menghubungi Pak Dekan lewat mesanger.  Aku menunggu balasan dari Pak Dekan. Karena lama belum dibalas, maka aku terus bepikir, lalu aku menghubungi salah satu temanku yang kebetulan dulu waktu masih kuliah jadi ketua Himpunan Mahasiswa Progdi. Lalu aku minta nomor HP Pak Dekan sama temanku itu. 

Aku segera menghubugi Pak Dekan lewat WA. Karena beliau sedang rapat, maka tidak mungkin aku menghubungi lewat telepon. Beberapa saat setelah aku mengirim WA, Pak Dekan pun menjawab bahwa beliau akan datang ke kampus sekitar jam 1 siang. Alhamdulillah aku merasa ada jalan yang tiba-tiba terbuka dan bisa berjalan dengan lancar. Karena waktu masih jam 10 pagi, maka aku sempatkan untuk keliling kampus sembari nostalgia semasa kuliah. 

Gedung E FIKP UKSW


Aku bejalan keluar dari gedung E dengan suamiku. Aku menikmati dengan senang hati setiap sudut gedung yang kulewati. Semakin bagus taman-taman yang ada sekarang semakin banyak nan indah, dulu juga sudah ada namun belum seindah sekarang. Tak lupa juga dan yang selalu aku inginkan untuk dijadikan kengangan yaitu berfoto. Yah..foto dapat kujadikan kenangan saat lama tak bisa main ke kampus, maka bisa kulihat-lihat lagi foto-foto itu.

Cafe Rindang UKSW

Itu foto Cafe Rindang, karena masih kondisi normal baru dan mahasiswa belum masuk kuliah, jadi masih sepi cafenya. Tersedia berbagai masakan yang enak untuk disantap di sana. Minuman pun tersedia bermacam-macam. Setelah melewati Cafe Rindang, aku terus berjalan melewati gedung F, tempat kuliah mahasiswa FBS. Dulu sesekali mahasiswa FKIP juga pernah kuliah di gedung F. Tidak hanya di gedung F, tapi hampir semua gedung bisa untuk kuliah mahasiswa FKIP, tergantung dari jadwal dan dosennya juga ketersediaan ruangan.

Aku berjalan menuju ke luar kampus. Menyisir trotoar depan kampus yang dulu banyak digunakan untuk berjualan, sekarang kondisinya sangat indah dengan banyak bunga dan lampu warna-warni menghiasi. Tertata rapi dan cocok sekali untuk pemuda yang suka banget dengan foto. Pasti betah lama-lama main di sana. hehehe, Tapi maaf nih ya, aku tidak sempat ambil fotonya.

Sampai di warung batagor dekat sekolah Al-Azhar Salatiga, aku segera memesan dua porsi batagor untukku dan suamiku. Karena kami berdua kebetulan hobi banget jajanan batagor. Setelah itu aku dan suamiku bergegas ke masjid yang terletak tidak jauh dari kampus. Sembari menunggu Pak Dekan datang, kami istirahat sejenak di masjid sekalian sholat di situ. Aku juga sering ke masjid itu waktu kuliah dulu. Aku bersama teman-temanku di saat nunggu pergantian jam kuliah sering jalan bareng. Pokoknya masa kuliah itu memang indah pada zamannya. Dan selalu terkenang sepanjang masa.

Akhirnya waktu menunjukkan pukul setengah satu siang. Aku bersiap untuk kembali ke kampus lagi untuk menemui Pak Dekan. Waktu sudah hampir jam satu siang, HP ku berbunyi dan Pak Dekan memberitahu bahwa rapat belum selesai. Kemungkinan beliau datang sekitar jam dua siang. Emm...baiklah, di situ aku jawab bahwa aku tetap menunggu Pak  Dekan untuk mendapatkan tanda tangan beliau. Alhamdulillah, setelah Pak Dekan datang, beliau menyapa kami yang duduk di ruang tunggu depan ruangan Dekan. Beliau pun segera ke ruangan dan menandatangani berkas legalisir. Tak lama kemudian, sekretaris beliau keluar dan menyerahkan berkas legalisirku. Aku sangat berterima kasih pada Pak Dekan dan sekretarisnya yang telah baik hati dan meluangkan waktu mereka untuk melengkapi legalisirku. 

Betapa senangnya hatiku saat itu. Karena Allah SWT telah memudahkan jalanku. Serta dengan tulusnya suamiku yang selalu mendukungku dalam keadaan apapun. Semoga Allah SWT membalas kebaikan orang-arang yang telah membantu urusanku. Aamiin..

Begitulah ceritaku saat berjuang untuk mendapatkan legalisir di kampus tercinta. Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang terletas di Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah. UKSW kampus hijau, kampus Indonesia Mini karena ada bergam mahasiswa dari Sabang sampai Merauke yang kuliah di UKSW.

Kangenku pada kampus tercinta UKSW tak terduga akan bersua secara tidak direncanakan. 
UKSW Jayalah selalu, menjadi kampus yang mencetak generasi bangsa yang memiliki kemampuan yang berdaya cipta.

Salam literasi, semangat menulis, menulis dengan hati, dan lihatlah apa yang terjadi..


Anik Sudarwati, S.Pd.
SDN Pelemgede 02, Pati-Jawa Tengah




Jumat, 03 Juli 2020

Dr. Ngainun Naim: Mari Produktif Menulis



RESUME BELAJAR MENULIS GELOMBANG 12

 Pertemuan ke-15 : Jumat, 3 Juli 2020
 Waktu : Pukul 19.00-21.00 WIB
 Narasumber : Dr. Ngainun Naim
 Tema : Mari Kita Produktif Menulis
 Oleh : Anik Sudarwati, S.Pd.

Selamat Bapak/Ibu Guru hebat di seluruh Indonesia. Kali ini saya akan membagikan resume dari kegiatan belajar menulis bareng Om Jay, PGRI, dan Penerbit Andi Yogyakarta. Malam ini pertemuan ke-15 dan narasumbernya adalah Dr. Ngainun Naim. Moderator malam ini adalah Bu Sri Sugiastuti dan biasa kami panggil Bu Kanjeng.

Materi malam hari ini yaitu "Mari Kita Produktif Menulis". Setiap pertemuan kami selalu diberikan materi yang baru. Semua materi yang kami terima sangat bermanfaat untuk kemajuan kami dalam menulis. Baiklah saya akan menyampaikan CV dari narasumber malam hari ini. Silakan klik alamat di bawah ini untuk mendapatkan informasi CV Bapak Naim 👇


Pak Naim adalah seorang dosen di IAIN Tulungagung, Jawa Timur. Pak Naim memberikan informasi pada kami yang sangat bermanfaat. Sesuai dengan unggahan dari Omjay, beliau menyampaikan bahan diskusi MARI PRODUKTIF MENULIS. Jadi jika Bapak Ibu sudah produktif menulis, berarti topik ini bukan topik istimewa, dan sekadar bahan untuk renungan bersama. Beliau mengawali paparan malam ini dengan satu pendapat bahwa:

Guru adalah kunci penting dalam dunia pendidikan. Jika guru berkualitas, besar kemungkinan kelas yang diajarnya juga berkualitas. Tapi jika gurunya kurang berkualitas, tentu hasil pembelajarannya juga kurang sesuai dengan harapan. Salah satu kunci penting peningkatan kualitas guru adalah dengan membangun budaya literasi. Literasi berarti budaya membaca dan menulis. Seorang guru yang mau terus membaca buku dan menulis memiliki peluang untuk semakin meningkat kualitas dirinya. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak karya yang dihasilkan, maka akan memiliki kontribusi penting bagi kemajuan pendidikan.

Pada pertemuan ini beliau menyampaikan tentang KUNCI-KUNCI PENTING DALAM MENULIS.
Kunci itu alat untuk membuka. Alat yang bisa menjadikan kita produktif dalam menulis, sesuai judul materi yang beliau bawakan. Kata beliau kita bisa mendapatkan kunci tetapi kunci akan sebatas sebagai kunci jika tidak difungsikan. Keterlibatan kita di grup ini ibaratnya untuk mendapatkan kunci. Tapi jika sekadar mendapatkan saja dan tidak dipraktikkan, tentu kunci itu kurang fungsional. Nah, apa saja kunci-kunci penting dalam menulis itu??? Berikut ini jawabannya.

KUNCI PERTAMA ADALAH MOTIVASI. 

Apa motivasi kita selama ini?? mungkin jawabannya sudah ada di dalam benak kita masing-masing.
Motivasi menulis bisa berupa; 
  1. motivasi karir. merupakan aktivitas yang berkaitan erat dengan profesi Bapak Ibu sekalian. Implikasinya, semakin mahir menulis maka semakin lancar karir yang kita tempuh.
  2. motivasi materi; menulis itu menghasilkan honor. Bagi penulis yang sudah sangat terkenal, honor memang sangat berlimpah. Bukunya terus mengalami cetak ulang. Namun jumlah mereka yang beruntung dari sisi ini tidak terlalu banyak. Sebagian besar penulis justru kurang mendapatkan perhatian dari sisi materi.
  3. motivasi politik; menulis ditujukan untuk mencapai tujuan politik tertentu.
  4. motivasi cinta; menulis karena memang mencintai aktivitas menulis.

Nah, kita bisa memilih jenis motivasinya. Bisa juga menambah jenis motivasi di luar 4 yang beliau sebut di atas. Namun perlu diingat bahwa apa pun motivasi yang dipilih maka akan mempengaruhi terhadap tulisan atau buku yang akan dihasilkan.

KUNCI KEDUA: MEYAKINI BAHWA MENULIS ITU ANUGERAH.

Pak Naim berpendapat bahwa mau dan mampu menulis itu anugerah.
Banyak orang yang mau menulis tapi tidak mampu mengerjakannya; bisa karena kesibukan atau sejuta alasan lainnya. Banyak yang sesungguhnya mampu menulis tetapi tidak mau menulis. Karena itulah bisa menulis—bagi beliau—adalah anugerah luar biasa yang harus disyukuri. Cara mensyukurinya adalah dengan terus menulis.
Pak Naim sangat yakin bahwa kita bisa menulis. Mengapa demikian?? Berikut ilustrasinya dari Pak Naim:

"Coba sekarang simak pengalaman menulis Bapak Ibu sekalian. Jika Bapak Ibu sekalian lulusan S1, atau S2 atau S3 berarti sudah menulis ribuan halaman. Ya, ribuan halaman. Kok sekarang mengaku nggak bisa menulis. Terus yang dulu ribuah halaman itu apa yang ditulis? Maaf jika tersinggung.
Bayangkan, saat S-1 Bapak Ibu sekalian setiap semester harus membuat makalah. Paling tidak satu semester harus membuat 10 makalah. Kalikan 10 halaman, berarti kan sudah 100 halaman. Kalikan 8 semester. Berarti kan sudah 800 halaman. Asumsinya 1000 halaman dengan laporan KKN, magang, skripsi. Jumlah halaman pasti bertambah jika Bapak Ibu lulus S2. Total halaman yang ditulis jika sampai lulus S2 saya kira paling tidak 500 halaman. Apalagi jika sampai selesai doktor. Jelas di atas 2.500 halaman. Sekarang hitung berapa laporan penelitian yang harus Bapak Ibu buat setiap tahun. Berapa laporan pengabdian. Sudah ribuan—sekali lagi ribuan—halaman yang sudah Bapak Ibu tulis."

Waaaw, memang kita tidak menyadari secara langsung bahwa kita telah banyak menulis dari masa ke masa. Jika masih ada yang kesulitan menulis padahal pengalaman menulisnya sudah ribuan halaman. Menurut Pak Naim ada beberapa kemungkinan; 
  1. Selama kuliah spesial menjadi anggota kelompok yang tidak pernah menulis makalah. Biasanya ini yang spesial membiayai foto kopi.
  2. Tidak menulis karena dibuatkan orang lain.
  3. Menulis dengan melakukan “kanibal” tulisan orang lain. Misalnya mendapatkan bahan di googe lalu dipotong sana-sini sampai berbentuk layaknya tulisan. Sekali lagi mohon maaf jika ada yang kurang berkenan. 
  4. begitu mendapatkan tugas langsung berburu referensi. Tidak berpikir apa yang harus ditulis. Begitu referensi didapatkan segera dibuka, diketik, lalu tutup. Ganti referensi berikutnya, dibuka, diketik, lalu tutup. Tugas penulis biasanya di akhir kutipan: BERDASARKAN PAPARAN DI ATAS MAKA DAPAT DISIMPULKAN.

Menurut Pak Naim bahwa menulis itu membuat kita menjadi berbeda dibandingkan kawan-kawan yang lainnya. Sesederhana apa pun buku yang Bapak dan Ibu hasilkan itu tetap memiliki kontribusi penting. Jangan dengarkan nyinyiran yang tidak konstruktif. Selama Bapak Ibu sekalian terus menulis maka akan menjadikan kita sebagai makhluk yang berbeda dengan kawan-kawan lainnya.

KUNCI KETIGA: MENULIS ITU MEMBERIKAN BANYAK “KEAJAIBAN” DALAM HIDUP.

Menulis itu memberikan banyak sekali manfaat. Pak Wijaya Kusumah--Omjay-- seorang bloger, youtuber dan guru kita semua, mengatakan bahwa menulis setiap hari itu telah memberikan keajaiban dalam kehidupan.
Coba kita simak apa saja bentuk keajaiban yang beliau rasakan karena menulis.
  • mendapatkan banyak materi. Karena rajin menulis, bukunya mendapatkan banyak royalti.
  • sering diundang sebagai pembicara di berbagai forum
  • memiliki banyak teman.
  • bisa membeli peralatan yang dibutuhkan dalam kehidupan. 
  • tulisan adalah alat perekam kehidupan yang ajaib.

KUNCI KEEMPAT: TIDAK MUDAH MENYERAH.

Banyak orang ingin menulis, tentu termasuk menulis buku, tetapi semangat menulisnya naik turun. Saat ikut kegiatan kepenulisan semacam ini, semangat menulisnya berapi-api. Tetapi saat kembali ke dunia nyata, ke dunia kehidupan sehari-hari, semangat itu perlahan tetapi pasti memudar dan akhirnya hilang sama sekali. Saat bersemangat, menulis berlembar-lembar halaman dalam sehari terasa ringan. Saat tidak bersemangat, satu paragraf pun terasa berat sekali. Bahkan sangat mungkin berbulan-bulan tanpa menulis sama sekali. Menulis lima paragraf yang dilakukan rutin setiap hari jauh lebih baik daripada sepuluh halaman yang dilakukan tiga bulan sekali.

KUNCI KELIMA: BERJEJARING. Jadi penulis jangan menepi. Memang saat sekarang kita harus menepi karena Corona, tetapi bukan berarti tidak berinteraksi. Bangun jejaring kepenulisan. Ikut kegiatan semacam ini juga dalam rangka berjejaring.

KUNCI KEENAM: MENULIS SEBANYAK-BANYAKNYA. Menulislah setiap hari tanpa henti. Lakukan secara terus-menerus. Jika Anda merasa tulisan Anda tidak baik maka dengan menulis setiap hari tulisan Anda akan otomatis menjadi baik.

Itulah 6 kunci penting dalam menulis yang telah diuraikan oleh Pak Naim yang bisa membuat membuat kita sekalian produktif menulis. Tapi--sekali lagi--kunci itu adalah alat. Tinggal bagaimana kunci itu digunakan secara tepat.

Lalu bagaimana menurut Pak Naim tulisan yang berkualitas itu? serta bagaimana agar tulisan dapat diterima oleh penerbit?
Jawabannya adalah Kriteria tulisan yang berkualitas yaitu (1) SELESAI DITULIS. Ini penting. Sebagus apa pun ide, jika belum selesai ditulis ya belum bagus.  (2) Minim salah ketik atau salah teknis. (3) Bahasa menarik dan didukung oleh logika berpikir yang baik. JIka ingin diterima penerbit, ikuti gaya dan kebijakan penerbit.

Kemudian bagaimana cara agar kita bisa konsisten menulis dan produktif?
Jawabannya adalah (1) Semua kebiasaan awalnya dipaksa. Bangun komitmen untuk rutin menulis. Awalnya paksa, lama-lama akan terbiasa. (2) Setiap orang memiliki jadwal yang seharusnya disusun dan ditaati.

Ada 4 jenis MALU dalam menulis: (1) MALU untuk menulis. Tidak akan bisa menulis. (2) MALU kalau menulis dan tulisannya dibaca orang. (3) MALU sudah mulai hilang. Pokoknya nulis. (4) MALU TIDAK MENULIS.

Kesimpulannya:
Tetapkan motivasi yang bisa membuat kita nyaman dan sukses dengan motivasi tersebut. Yakin bahwa menulis adalah anugerah yang luar biasa. Tetap menulis karena akan selalu ada keajaiban dalam tulisan yang kita buat. Jangan cepat menyerah jika dalam proses menulis ada suatu rintangan. Menulis sampai kita sukses dengan tulisan itu.

Alhamdulillah sangat bermanfaat materi malam hari ini. Terima kasih Pak Naim yang telah memberikan materi ini, serta terima kasih kepada semua yang mendukung terselenggaranya kegiatan belajar menulis ini.

Demikian resume yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat dan jika ada kesalahan mohon untuk dikritik dan saran di kolom komentar. Terima kasih..semoga sukses selalu. Aamiin

Salam literasi, semangat menulis, menulis dari hati, dan lihatlah apa yang terjadi..


Anik Sudarwati, S.Pd.
SDN Pelemgede 02, Pati-Jateng

Modul Ajar